[Ficlet] Not Zeus Nor Him

%EA%B3%B5%ED%95%AD3

Her lips smiled, but not her eyes. 

Hera D. & Song Mino || Ficlet || PG – 17 || Note: Bukan fantasi, hanya roman picisan.

Hera menyandarkan punggungnya pada teralis pembatas balkon dorm, membiarkan udara malam mengayunkan helaian rambutnya pelan sementara mata itu menatap kertas foto di genggaman. Ia sedang menunggu Mino yang pergi sebentar ke studio setelah tidur di kasur selama sepuluh jam—berniat menunjukan lembar di tangannya.

Setengah jam ia menanti hingga ada suara derit pintu yang menggapai telinga. Gadis itu geming, menanti langkah kaki yang semakin mendekat menuju koordinatnya. Ia memang tidak mengabari Mino, tapi kuriositas lelaki itu pasti terusik ketika pulang mendapati tirai warna salem menuju balkon melambai dihembus angin, dan benar saja, tidak sampai sepuluh detik sebuah tangan menyibak kain tersebut, menampakkan kekasih Hera yang masih berpakain kasual dengan jaket kulitnya.

Sejemang, iris coklat itu merasa kaget; gadis dengan iris abu-abu yang tidak ia temui selama dua minggu sama sekali tidak ia impikan hadir. Kelopak matanya naik turun tiga kali, sebelum aksi untuk meletakkan ciuman pada bibir gadisnya terlaksana. Bibir bawah Hera ia kunci singkat lantaran ia lebih memilih untuk mengelus karya Tuhan itu pun melepas rindu yang terpendam, dan si gadis tersenyum merasakan pandang yang membelai setiap inchi kulit wajahnya—tapi binar matanya tidak muncul.

“Jadi ini alasan kenapa Seungyoon dan yang lainnya membiarkanku pulang lebih dahulu,” ucap Mino.

“Mungkin?” ujar Hera sembari menjauhkan tangan yang meraba pipinya agar ia dapat mencium telapak itu. “Bagaimana Swedia?”

“Menyenangkan. Tapi tidak semenyenangkan bersamamu—dan ciumanmu.” Kalimat Mino disambut bola mata yang berputar—jijik dengan perkataan barusan—dan hempasan yang seketika membiarkan tangan Mino kehilangan hangat. Akan tetapi laki-laki itu tidak marah, alih-alih ia bertanya, “Kamu tidak mau masuk?”

Hera menggeleng pelan, mengisyaratkan bahwa ia memang berniat ada di luar ruangan. Lalu, lelaki itu ikut-ikutan bersandar pada pembatas balkon, memberi spasi dua meter antara dirinya dan Hera—dan ia merasa berbeda.

Ada sesuatu dalam diri Hera yang hilang, gadis itu tidak memiliki luapan perasaan yang wajar ketika kekasihnya pergi lama dan baru kembali. Memang Hera bukan gadis emosional, tapi ia tidak pernah sekosong ini bahkan dalam pertemuan mereka sehari-hari. Apalagi atensi yang tubuh itu berikan, cuman pupilnya yang menatap manik Mino lekat-lekat.

“Kamu tidak cemburu, kan?” Mino buka suara—berusaha menggeser prasangka buruknya tentang apa pun yang tengah berlangsung saat ini.

Alis Hera berjungkit, “Soal?”

“Tidak dengar kalau aku jadi pemeran utama?” lelaki itu balik bertanya. “Jadi kamu harus menyiapkan diri melihat lelaki tampan kesayanganmu ini bermesraan dengan gadis lain.”

Tawanya lumer selama beberapa saat, merambat melalui udara menuju daun telinga Mino. “Tenang saja,” gadis itu berujar di tengah gelaknya, “aku sudah amat siap.”

Lelaki bersurai hitam itu jadi ikut tergelitik untuk tertawa melihat senyuman manis gadisnya yang mulai muncul, mungkin ia tidak seharusnya berhipotesis. Dan entah kenapa, ada satu hal konyol yang mengusiknya. “Kamu sungguh berbeda dengan Hera, ya?” 

“Huh?” Gelaknya terhenti, memberi energi untuk memproses pertanyaan Mino. “Berhentilah berbicara sepotong-sepotong.”

“Kamu sama sekali tidak cemburuan,” jawab Mino.

Seketika Hera mengangguk beberapa kali, menyadari bahwa Hera yang Mino sebut adalah dewi dalam mitologi yunani yang tingkat kecemburuannya sudah melewati batas normal terhadap Zeus—untungnya dewi itu punya alasan. “Ya, aku tidak diberi nama Hera untuk menjadi seperti itu.”

Lagi, lelaki itu tersenyum. Demi para Olympian ia sama sekali tidak lelah tersenyum bahkan ketika baru kembali dari jadwal sibuk jika ia bisa melihat Hera. Sayangnya, ia tidak bisa mengenyahkan kegelisahan tentang prasangkanya. Maka, ia memikirkan sesuatu yang mungkin bisa mencairkan susana, atau setidaknya bisa menjadi awal untuk dirinya bertindak jenaka seperti biasa.

“Zeus seperti apa yang kamu inginkan?” Pertanyaannya di sambut picingan mata dan ia sadar—sekali lagi—kalimatnya tidak tuntas, ia cepat-cepat melanjutkan—diiringi raut yang mulai siap bercanda. “Lelaki apa yang akan jadi suamimu?”

Bibir Hera yang sedari tadi membangun kurva simetris, kini hanya menaikkan salah satu sudutnya diikuti dengan mata yang berporos pada Mino. “Kamu berkata bahwa aku tidak mirip Hera?”

Lelaki itu mengangguk pelan.

Then I’ll definitely not gonna marry someone like Zeus.”

Neuronnya sendiri tidak menemukan jawaban bagaimana Mino secara kebetulan membawanya ke topik yang sangat mau Hera singgung, yang pasti, di titik ini Hera sudah tidak menebar lengkungan dengan bibirnya. Kini, ia telah meruntuhkan segala sandiwara yang ia jalani sebab waktu untuk menjalankan apa yang ia tuju sudah tiba; mengkonfrontasi Mino.

Berengsek.” Satu kata yang ia lontarkan sebelum melepaskan tumpuan sikunya pada besi pembatas sekaligus mengikis jarah yang ada dengan Mino demi memberikan polaroid yang sudah dari pagi memupuk amarahnya. Sedangkan punggung si kekasih seketika menegang, kaget diserang dengan tiga silabel tadi.

Wajah Hera geram, kesal, kecewa. Maunya juga ia mencabik Mino dengan kukunya hingga bersisa luka yang tidak akan lenyap, tetapi ia punya kontrol diri yang ia agung-agungkan, sehingga ia hanya menundingkan jari telunjuknya pada Mino bersama tatapan yang mulai nyalang. “Damn you.”

Lantas tungkainya berjalan tegas meninggalkan balkon menuju rak sepatu di depan pintu masuk—cuai pada kekasihnya yang tengah beku dalam rasa kaget. Respon yang tubuh kekar itu berikan hanya tarikan napas cepat, bibir yang senyumnya lesap, pula pupil yang membesar sampai tidak sempat berkedip selama beberapa detik.

Di antara ruas jemari lelaki itu ada selembar kertas foto dengan warna hitam putih yang mencetak satu detik dalam pesta yang ia hadiri dua hari sebelum pesawatnya menuju Eropa lepas landas. Lembaran itu mengabadikan banyak manusia di dalamnya yang sedang tertawa atau bersenang-senang, namun fokus utama lensa tersebut adalah pertemuan bibirnya dengan milik gadis yang bukan Hera—mantannya. Ia tidak tahu bagaimana potret tersebut bisa sampai ke tangan Hera, tapi ia yakin ketika rungunya mendapati suara pintu kayu yang tertutup tiba-tiba, hubungannya dan Hera sudah berakhir.

Note:

  1. Ngerti, kan? Jadi Zeus suka selingkuh, sementara Hera itu dewi yang cemburuan abis.
  2. Direvisi berkali-kali tapi aku tetap tidak puas.
  3. Dan… aku gak tau MV Winner gimana, cuman ya anggep aja Mino deketin cewek ✌✌✌

13 thoughts on “[Ficlet] Not Zeus Nor Him

    1. Abis ini udah kayaknya, udah selingkuh semua HAHAHA. Greget minta dipites apa gimana kak? XD

      Kenapa jadi Hera Dominic LOL, yang itu ada di personal wp (!?).

      Like

  1. Lagi…selingkuh lagi….dan kenapa sekarang hera emosional gini. Biasanya juga woles/ga gitu as/
    Suka banget…diksinya…ceritanya…ah apalah sher kujadi nunggu2 cerita hera mino lainnya hahahaah 💕

    Like

  2. beh…begitu kamu nyinggung Hera-Zeus, seketika imajinasiku teralihkan pada Percy Jackson-nya Rick Riordan.. thats right, s Hera cemberuan abis & Zeus punya banyak istri & selingkuhan dimana-mana. Kamu bisa banget @scailissher menuangkan mitologi Yunani itu ke dalam fic ini, meski tak bergenre fantasy tetap saja ‘roman picisan’ yg kamu sebut ini keren.

    aku kalo baca diksi kamu ya bawaannya menggigil sendiri, detail dan seketika aku bisa membayangkan Hera & Mino berlakon seperti apa.

    lagi…kamu bawa kisah patah hatinya Hera, Sher. Kemarin Mino. kusuka cast Hera ini lho. cewek blasteran (ini imajinasiku) yg kuat tapi sebenarnya rapuh… yg cerdas tapi tetap aja jatuh ke lubang cinta yg sama dengan Mino.

    please….mereka fluff dan romance ala harlequin *uhuk..uhuk…mulai ngaco. (kak…please…itu mau d rate apa, ; kata Sher)

    Liked by 1 person

    1. Aku malah belom baca :(( hahaha. Sukanya lagi novel yang sekali selesai sih. Emang kan? Makanya Hera cemburu ama Zeus tuh sebenernya wajar, cuman suka lebay juga sih. Dari dulu mau nyamain mereka sama Hera Zeus terus pas kepikiran malah romance sad yaudah deh LOL.

      Aku kayaknya emang jajahannya di sad, kalo fluss ngerasa aneh pffft. Hera emang mixed-blood, aku malah kadang ngebayanginnya cuman one quarter Korean (appearance face dia juga kek gitu). Dan iya Hera hampir kayak deskripsi kakak, lagi nyoba konsisten xD

      Makasih kak 🙂

      Liked by 1 person

Leave a comment